Saha nu nyarita kudu bisa ngabuktikeun. Saha nu boga ide kudu wani nyorang lapang.
Peribahasa Sunda kaya akan makna, sering menyampaikan pesan kehidupan melalui kalimat sederhana namun mengena. Salah satunya adalah peribahasa "Nya Ngagogok, Nya Mantog".
Dulu, peribahasa ini digunakan untuk menyindir orang yang tidak konsisten—ibaratnya sudah berkumur (membersihkan) tapi malah ditelan kembali. Namun kini, kita bisa mengangkatnya menjadi sebuah filosofi kepemimpinan dan etika bermasyarakat yang positif dan membangun.
Ngagogok
- Secara harfiah berarti berkumur.
- Dalam makna kiasan positif: berbicara, menyuarakan gagasan, menyampaikan ide atau pendapat secara terbuka dan luas agar didengar orang banyak.
Mantog
- Secara harfiah berarti tertelan kembali.
- Dalam makna positif: mengamati secara langsung, memahami kenyataan yang ada, dan terjun langsung ke lapangan untuk mewujudkan gagasan yang telah disampaikan.
"Nya Ngagogok, Nya Mantog" berarti: “Barang siapa yang menyampaikan gagasan, maka ia pula yang harus siap turun tangan, melihat realita secara menyeluruh, dan ikut bertanggung jawab dalam mewujudkan gagasannya itu.”
Bukan sekadar bicara, tapi juga aksi. Bukan cuma mengusulkan, tapi juga ikut menyingsingkan lengan baju.
Peribahasa ini sangat relevan bagi siapa pun yang:
Menjabat sebagai pemimpin — RT, RW, Lurah, Ketua Komunitas, bahkan Ketua Panitia.
Menjadi penggerak sosial — penggiat UMKM, aktivis lingkungan, guru, relawan.
Aktif dalam lingkungan keluarga dan masyarakat — yang ingin memberi teladan, bukan hanya saran.